SEMARANG – Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI) sebagai organisasi yang konsisten dan profesional menyebut pengelolaan sumber daya air (SDA) di Indonesia ke depan semakin berat dan kompleks. Hal itu berdampak adanya fenomena kerusakan lingkungan di hulu yang memperparah adanya perubahan iklim global menyebabkan cuaca ekstrem membawa banjir di wilayah hilir.
“Kerusakan lingkungan di hulu dan perubahan iklim ini penyebab siklus hidrologi menjadi terganggu. Sebab air yang terserap ke tanah saat hujan berkurang sehingga terjadi banjir,” kata Sekretaris HATHI, Dr. M Adek Rizaldi, Rabu (31/1).
Saat turun hujan idealnya air yang masuk ke tanah terserap 70 persen dan yang mengalir ke sungai 30 persen. Namun saat ini, banyak hulu yang sudah tercemar dan sudah minim resapan membuat resapan air berubah tidak seperti kondisi semula.
“Kondisi tangkapan tangkapan air minim karena pemukiman warga, jadinya sekarang 30 persen dan yang mengalir ke sungai sebesar 70 persen. Dampaknya sungai tidak mampu menampung debit air, meluap terjadi banjir,” ungkapnya.
Upaya yang harus dilakukan untuk penanganan banjir di Kota Semarang, yakni struktural dan non struktural. “Struktural itu kita membangun fisik, mengerjakan normalisasi sungai, membuat tanggul, meninggikan tanggul. Tapi yang kita lakukan ini ada batasnya. Kalau kita mau memenuhi 70 persen tadi, kita butuh sungai yang sangat lebar sekali, sanggup tidak kita membebaskan, dan realisasikan di masyarakat,” ujarnya.
Sedangkan, untuk penyelesaian non struktural yang permasalahan kondisi resapan air yang ada di hulu kian hari makin habis. Hutan mulai banyak yang gundul karena kebutuhan tempat tinggal masyarakat, atau dibukanya perumahan-perumahan baru.
“Bagaimana kawasan hulunya ini kita perbanyak untuk kawasan serapan, supaya ndak 70 persen masuk ke sungai semua,” jelasnya.
Dia meminta agar HATHI Jawa Tengah (Jateng) bisa memberikan kontribusi terkait isu-isu masalah pengelolaan sumber daya air, mengingat beberapa wilayah Jateng dominan kerap terjadi banjir. Dengan kepemimpinan HATHI Jateng yang baru mampu mengkoordinasikan semua komponen sehingga masalah-masalah pengelolaan sumber daya air ke depan dapat dikurangi.
“Kalau banjir dihilangkan tak akan bisa karena masalah lingkungan sudah lama, puluhan tahun. Banjir yang terjadi sekarang adalah dampaknya. Kita ini bagian yang menerima dampak dari kerusakan lingkingan puluhan tahun lalu,” tandasnya.
Ketua HATHI Jateng, Dr. Harya Muldianto, mengatakan masalah sumber daya air di Jateng ada tiga yakni kelebihan, kekurangan, dan kualitas air.
Kelebihan air, spesifik adalah banjir karena air hujan melimpah dari sungai karena tidak mampu menampung debit air serta banjir rob akibat air pasang laut.
Kepala BBWS Pamali Juana, Harya Muldianto mengatakan, bahwa memang kondisi air yang saat ini masuk sungai melebihi batas kapasitas mestinya.
“Masalah di Jateng ada dua, masalah kelebihan air, kekurangan air dan kualitas air. Jadi ada tiga hal yang harus kita kendalikan. Masalah kelebihan air, kita spesifik menghadapi run off air hujan, air limpas dari sungai. Karena sungai tidak mampu, air masuk ke kawasan (pemukiman atau area diluar sungai lainnya),” pungkasnya.