SEMARANG (lensasemarang.com) – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendorong kepada masyarakat agar lebih menggunakan produk dalam negeri dibandingkan produk impor guna menggenjot Program Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Salah satu bentuknya adalah mewajibkan instansi pemerintah untuk memaksimalkan penggunaan hasil produksi dalam negeri dalam kegiatan pengadaan barang/jasa.
Inspektur Provinsi Jawa Tengah Dhoni Widianto mengatakan bahwa barang/jasa yang telah memiliki sertifikat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) akan memperoleh preferensi dari panitia lelang.
“Melalui P3DN, kami berharap agar proyek-proyek yang akan dilaksanakan dalam pengadaan barang/jasa lebih banyak menggunakan bahan dan jasa dari dalam negeri,” katanya di Semarang, Selasa (2/7:2024).
Ia menjelaskan produk dalam negeri yang memiliki nilai penjumlahan TKDN dan nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal 40 persen wajib digunakan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Oleh karena itu, produsen dalam negeri ataupun pejabat pengadaan barang dan jasa didorong untuk mengikuti ketentuan TKDN tersebut. Pelanggaran atas ketentuan tersebut, dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif, dan/atau pemberhentian dari jabatan pengadaan barang/jasa.
Untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penggunaan produk dalam negeri di Provinsi Jawa Tengah, Inspektorat membangun sistem kolaborasi pengawasan bersama Tim monitoring dan evaluasi P3DN.
“Harapannya percepatan penggunaan Produk Dalam Negeri yang diamanatkan oleh pemerintah pusat dapat terwujud,” ujar Dhoni.
Pada 2023, ada sebanyak 41 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengajukan review penggunaan produk impor maupun produk dalam negeri dengan nilai TKDN dibawah 25 persen ke Inspektorat Jateng. Dengan jumlah barang mencapai 1.313 unit. Dari jumlah itu, TKDN lebih dari 25 persen sebesar 148 unit dan Non PDN atau impor sebesar 1.165 unit.
Pada Januari-April 2024, ada sebanyak 2.162 produk dari pengadaan 21 SKPD yang direview oleh inspektorat. Hasilnya, 454 unit merupakan produk dalam negeri dan 1.711 unit merupkakan produk luar negeri yang tidak ada substitusinya.
“Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas produk yang digunakan oleh SKPD adalah produk impor yang tidak ada substitusinya,” katanya.
Dalam melakukan monitoring, butuh sebuah sistem terintegrasi yang dapat membantu pengawasan tersebut.
Oleh karenanya, Inspektorat Jateng membuat sistem inovasi Sistem Kolaborasi Pengawasan (Teras Awan). Hal ini diwujudkan sebagai penguat sinergi pengawasan untuk peningkatan penggunaan produk dalam negeri di Provinsi Jawa Tengah.
Tujuan inovasi ini diantaranya untuk memberikan informasi mengenai hasil pengawasan, nilai komitmen pengadaan produk dalam negeri yang direncanakan masing-masing pemerintah daerah yang terklarifikasi, dan progress realisasi komitmen belanja produk dalam negeri.