SEMARANG (lensasemarang.com) – Terpidana kasus perpajakan bernama Djohan Wahyudi (42) menyurati Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto karena merasa dikorbankan oleh atasannya di perusahaan untuk menanggung semua kerugian negara sebesar Rp3,4miliar.
Sebelumnya Djohan menjabat Direktur Utama PT Gurano Bintang Papua, sedangkan atasannya bernama Martadi Mangkuwerdojo selaku komisaris perusahaan yang sama dan bergerak di bidang jasa sewa alat berat, truk yang berada di Kota Semarang dengan daerah operasi kerja Kalimantan Timur dan Papua.
Kasus pidana yang menjerat Djohan ditangani Direktorat Jenderal Pajak Kanwil Jateng I melalui penyidik pegawai negeri sipil dengan fakta-fakta hukum termasuk saat sidang di Pengadilan Negeri Semarang termasuk hasil perhitungan ahli.
Djohan didakwa menikmati uang negara yang seharusnya disetor sebagai pajak sekira Rp742,1 juta, sedangkan Martadi menikmati sekira Rp2,66miliar.
“Ini juga sesuai dakwaan saya oleh jaksa penuntut umum Kejari Kota Semarang saat persidangan. Seharusnya saya dengan bos saya (Martadi, red) sama-sama berjalan proses hukumnya, tapi ini tidak ada perkembangan proses hukum lebih lanjut kepada Martadi, pada tuntutan JPU dan dakwaan itu jelas ada dua tersangka, saya dan Pak Martadi bos saya,” kata Djohan melalui sambungan telepon wartel Pastel Rutan Semarang kepada wartawan, Rabu (23/4/2025) petang.
Dirinya merasa janggal dengan kejadian ini karena Martadi sempat diperiksa sebagai saksi untuknya saat proses penyidikan termasuk pada persidangan di PN Semarang juga jadi saksi mahkota pada Februari 2025.
Djohan menyebut dirinya ditetapkan tersangka pada 27 Mei 2024, kemudian ditangkap dan ditahan tanggal 19 November 2024, dilimpahkan ke Kejari Kota Semarang 7 Januari 2025, sidang pertama di PN Semarang 21 Januari 2025 dan vonis bersalah di PN Semarang pada 26 Maret 2025.
“Kalau Martadi ditetapkan tersangka pada 30 Januari 2025. Tapi sampai saat ini kok tidak juga dilimpahkan ke jaksa, tidak segera disidangkan, sebabnya apa saya kurang tahu. Daripada saya terus bertanya-tanya di sini (saat jalani pidana), saya tulis surat untuk Presiden dan yang terkait lainnya. Saya mengakui melakukan kesalahan perbuatan itu, tapi juga saya ingin menyampaikan jangan sampai ada permainan-permainan dalam proses hukum ini, kok sepertinya ada rekayasa hukum,” ujar Djohan yang asli Kalimantan itu.
Pada surat tulisannya yang ditujukan ke Presiden RI Prabowo Subianto, Djohan menuliskan: Curahan Hati Narapidana yang Ditindas Keadilan. Suratnya ditujukan melalui Kementerian Sekretariat Negara Jl. Veteran nomor 17 – 18, Jakarta tertanggal 21 April 2025.
Dia menuliskan saat ini dirinya sedang menjalani putusan PN Semarang nomor 16/Pid.Sus/2025/PN.Smg tanggal 26 Maret 2025, dengan vonis satu tahun delapan bulan penjara dan denda sebesar dua kali Rp742.135.004 dengan ketentuan jika tidak bisa bayar pidana denda maksimal satu bulan sejak putusan maka harta bendanya bisa disita dan jika tidak mencukupi maka subsider penjara selama tiga bulan.
“Saya memohon keadilan dan bantuan untuk mengawal pengembalian kerugian negara secara penuh sesuai undang-undang, saya di sini tidak punya kekuatan untuk melawan karena keterbatasan saya di penjara,” tulisnya.
Dia mengakui perbuatannya turut serta merugikan uang negara dari pajak yang seharusnya dibayar, namun dia juga ingin keadilan, tersangka lain kasus ini juga diproses hukum sebagaimana mestinya terutama soal pengembalian uang kerugian negaranya.
“Jangan sampai sepertinya semua kesalahan ini ditimpakan ke saya, saya hanya karyawan yang diposisikan seolah-olah menjadi direktur, ada atasan saya yang juga terlibat di kasus ini agar juga diproses sebagaimana mestinya,” katanya.