Sengketa Bangunan Di Kota Lama Semarang, Pemilik Hotel Laporkan Pengusaha Ke Polda Jateng

SEMARANG (lensasemarang.com) – Pemilik Grup Hotel Dafam, F Soleh Dahlan (FSD), melaporkan pemilik Resto Spiegel Semarang berinisial SDK, ke Polda Jateng atas dugaan pemalsuan surat dalam pengurusan sertifikat HGB bangunan cagar budaya di Kawasan Kota Lama Semarang.

Adi Nurachman selaku kuasa hukum FSD di Semarang, Kamis (12/6/2025) mengatakan, SDK mengajukan permohonan hak atas kepemilikan eks-bangunan kantor Lloyd yang berlokasi di Jalan Jalak No 5-7 Kawasan Kota Lama Semarang.

Atas permohonan tersebut, kata dia, akhirnya diterbitkan Sertifikat HGB Nomor 01173 pada April 2021.

“SDK dilaporkan atas dugaan pemalsuan surat dalam akta autentik sertifikat HGB 01173 tersebut. Dua surat yang dipalsukan masing-masing surat keterangan tidak sengketa yang ditandatangani lurah serta surat penguasaan fisik bangunan,” katanya saat konferensi pers yang dihadiri awak media.

Menurut dia, pelaporan tersebut didasarkan atas putusan PTUN yang membatalkan Sertifikat HGB 01173 atas permohonan kliennya.

Ia menyebut gugatan ke PTUN itu dilakukan FSD karena tidak bisa mengajukan permohonan hak atas bangunan yang dulunya merupakan aset milik NV. Thio Tjoe Pian itu.

“FSD merupakan penyewa bangunan tersebut yang selama lebih dari 30 tahun menguasai dan merawat,” katanya.

Ketiga sertifikat HGB yang dikuasai oleh NV. Thio Tjoe Pian habis masa berlaku pada 1980 dan tidak diperpanjang lagi, kata dia, maka seharusnya FSD yang mendapat prioritas untuk mengajukan hak kepemilikan.

Ia menegaskan lahan yang saat ini disengketakan itu merupakan tanah negara karena sertifikat HGB yang dikuasai oleh aset milik NV. Thio Tjoe Pian telah habis masa berlakunya.

Seluruh kronologi penguasaan hingga sampai terbitnya sertifikat HGB atas nama SDK sudah tercatat dalam putusan PTUN yang juga telah berkekuatan hukum tetap.

Ia mengakui kliennya juga dilaporkan atas pemalsuan surat juga berkaitan dengan subjek hukum yang sama.di Polrestabes Semarang oleh yang bersangkutan.

Namun, kliennya tidak pernah menggunakan surat penyataan yang disebut palsu tersebut karena tidak pernah ditandatangani oleh lurah dan proses permohonan hak atas kepemilikan bangunan tersebut tidak pernah berlanjut.

“Namun SDK, menggunakan surat yang sama untuk mengajukan permohonan sertifikat HGB hingga terbit, padahal objek sengketa tersebut sebenarnya berstatus tanah negara,” katanya.

“Kami tidak pernah menyatakan sebagai pemilik bangunan di Jalan Jalak tersebut. Namun legal standing kami melapor ke polisi didasarkan atas putusan PTUN yang membatalkan sertifikat HGB 01173,” katanya.

Terkait dengan pelaporan, ia berharap Polda Jateng menindaklanjuti laporan tersebut secara profesional.

Sementara itu, kuasa hukum SDK, Osward Lawalata, menyebut laporan terhadap kliennya tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pembeli dan pemegang eks-HGB NV. Thio Tjoe Pian.

Menurut dia, FSD merupakan penyewa beritikad buruk yang ingin memiliki tanah yang disewanya dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum.

FSD sendiri, kata dia, juga telah ditetapkan sebagai tersangka atas pemalsuan surat dalam objek sengketa yang sama.

“Sangat tidak masuk akal, penyewa tetapi ingin menguasai tanah yang disewanya,” tegasnya.

Berita Terkait